Kamis, 25 September 2014

Makalah Kasus Minamata, Kasus Teluk Buyat, dan Kasus Munir

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
Makalah Kasus Minamata, Teluk Buyat, dan Munir







Nama : Khaerun Nisa
Nim: PO713221141067
Kelas : 1-b


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN 2014









Kata Pengantar


            Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena penyusunan makalah tentang Kasus Minamata, Teluk Buyat, dan Munir ini dapat diselesaikan meskipun dalam bentuk sederhana. Shalawat dan salam juga tetap tercurahkan kepada Rasulullah beserta junjungannya karena keindahannya budi pekerti yang menjadi suri teladan kita.
          Saya menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum mencapai ekspektasi yang diharapkan. Namun saya mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.













Daftar Isi

Kata Pengantar………………………………………………………..………1
Daftar Isi……………………………………………………………………...2
Bab 1. Pendahuluan
ü Latar Belakang………..……………………………………….….……3
Bab 2. Pembahasan
ü Kasus Minamata …………………………………………………..…..5
·        Kesimpulan…………………………………………….…….….7
ü Kasus Teluk buyat…………………………………………….…….….7
·        Kesimpulan…………………………………………………......10
ü Kasus Munir…………………………………………………………...10
·        Kesimpulan……………………………………………………..11
Bab 3. Penutup
Ø Kesimpulan…………………………………………………………….12
Ø Saran……………………………………………………………………12
Daftar Pustaka………………………………………………………...………13











BAB I
Pendahuluan

Latar Belakang

          Penyakit minamata mendapat namanya dari kota Minamata, Prefektur Kumamoto di Jepang. Penyakit minamata atau sindrom minamata adalah sindrom kelainan fungsi saraf yang di sebabkan oleh keracunan akut air raksa. Penyakit ini mewabah mulai tahun 1958, pada waktu itu terjadi masalah wabah penyakit di kota Mintamana Jepang. Ratusan orang mati akibat penyakit yang aneh dengan gejala kelumpuhan syaraf. Gejala sindrom ini seperti kesemutan pada kaki dan tangan, lemas-lemas, penyempitan sudut pandang dan degradasi kemampuan berbicara dan pendengaran .
          Hampir seluruh media massa nasional pada minggu ketiga dan keempat Juli 2004 menulis mengenai penderitaan warga Teluk Buyat. Nama Buyat mencuat setelah munculnya keluhan penyakit yang di duga Minamata yang di derita sejumlah warga Desa Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara. Penyakit minamata merupakan sebuah penyakit yang disebabkan  oleh cemaran merkuri di sebuah tempat bernama sama di Jepang.Peristiwa Teluk Buyat di akibatkan karena adanya cemaran merkuri yang di duga berasal dari operasi sebuah perusahaan tambang emas asing PT Newmont Minahasa Raya (NMR).
          Kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia menurut pasal 1 Ayat 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara, baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi , menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
         























BAB II
Pembahasan

1. Kasus Minamata

            Pada tahun 1950, Jepang dihentak sebuah kasus pencemaran merkuri. Kasus ini disebut tragedi Minamata atau Minamata Disaster. Peristiwa Minamata didokumentasikan dengan baik oleh Goldberg pada tahun 1974. Hasil dokumentasi itu menggambarkan akibat pembuangan limbah industri yang mengandung methyl mercury ke laut pada tahun 1930-an di Teluk Minimata.
Karena mengonsumsi ikan dan kerang dari Teluk Minamata yang tercemar methyl mercury, ribuan penduduk dari dua wilayah di pesisir Minamata, yaitu Provinsi Kumamoto dan Kagoshima, menjadi korbannya. Minamata bukanlah penyakit menular atau menurun secara genetis. Penyakit ini kali pertama ditemukan di Kota Kumamoto pada tahun 1956. Dan pada 1968, pemerintah Jepang menyatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh pencemaran pabrik Chisso Co., Ltd.
Methyl mercury yang masuk tubuh manusia akan menyerang sistem saraf pusat. Gejala awal antara lain kaki dan tangan menjadi gemetar dan lemah, kelelahan, telinga berdengung, kemampuan penglihatan melemah, kehilangan pendengaran, bicara cadel, serta gerakan menjadi tidak terkendali. Beberapa penderita berat penyakit Minamata menjadi gila, tidak sadarkan diri, dan meninggal setelah sebulan menderita penyakit ini.
Penyakit Minamata tidak dapat diobati, sehingga perawatan bagi penderita hanya untuk mengurangi gejala dan terapi rehabilitasi fisik. Di samping dampak kerusakan fisik, penderita Minamata juga mengalami diskriminasi sosial dari masyarakat. Seperti dikucilkan, dilarang pergi ke tempat umum, dan sukar mendapatkan pasangan hidup.
Methyl mercury dan uap merkuri logam lebih berbahaya dari bentuk-bentuk merkuri yang lain, sebab merkuri dalam kedua bentuk tersebut dapat lebih banyak mencapai otak. Pemaparan kadar tinggi merkuri, baik yang berbentuk logam, garam, maupun methyl mercury dapat merusak secara permanen otak, ginjal, maupun janin.
Penyakit ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Minamata. Tahun 1965, penyakit Minamata menyerang warga yang tinggal di sepanjang Sungai Agano di Kota Niigata akibat pembuangan limbah merkuri oleh Showa Denko. Penyakit ini dikhabarkan juga terjadi di Tiongkok dan Kanada. Sungai dan danau di Amazon dan Tanzania juga tercemar merkuri serta menimbulkan masalah kesehatan yang mengkhawatirkan.
Kini, masyarakat Minamata sangat menghargai apa yang terjadi di waktu silam dan mengambil pelajaran dari kasus limbah merkuri tersebut. Mereka lebih peduli akan lingkungan dan berjibaku bersama menjaga lingkungan sekitar. Seperti menjaga kebersihan dan pengelolaan sampah kota dengan manajemen yang baik, yaitu pemilahan sampah dan memanfaatkannya lebih lanjut seperti pengomposan.
Lalu lumpur di Teluk Minamata yang mengandung merkuri di atas 25 ppm dipulihkan dengan mengeruk sebagian lumpur dan mereklamasinya. Kegiatan ini menghabiskan 48,5 miliar yen selama lebih dari 14 tahun. Kualitas air di Teluk Minamata saat ini menjadi air yang paling bersih dan jernih di Kumamoto dan masyarakat tidak takut lagi untuk berenang dan bermain di sana.
Data menyeluruh tentang laut Minamata seperti kerusakan lingkungan yang sangat luas dan kesehatan penduduk setempat perlu disampaikan ke seluruh dunia agar dapat belajar dari kasus Minamata. Semoga kita bisa meniru cara masyarakat Jepang yang mau belajar dari pengalaman masa lalu.
Tahun 1959 merupakan tahun yang penting, baik bagi para penderita penyakit Minamata maupun terhadap riwayat penelitian dari penyakit tersebut. Merkuri, yang telah dicurigai sebagai penyebab sejak sekitar September 1958, mengundang lebih banyak perhatian lagi. Tanggal 19 Februari 1959, Tim Survei penyakit minamata/keracunan makanan dari kementrian mengumumkan pentingnya penelitian terhadap distribusi merkuri pada teluk minamata.

Ø Kesimpulan : Di awal tahun 50-an Teluk Minamata tercemar oleh limbah logam berat Mercury yang berasal dari pabrik Chiso di kota Minamata provinsi Kumamoto, Jepang. Limbah mercury mencemari teluk minamata, sehingga ikan dan kerang-kerangan tercemar logam berat.



2. Kasus Teluk Buyat

Too little and too late: itulah ungkapan yang tepat untuk melukiskan langkah pemerintah dalam tragedi Buyat. Perhatian pemerintah baru tumbuh justru setelah sejumlah warga dan biota di kawasan teluk itu telanjur menjadi korban dari wabah penyakit. Padahal, jauh-jauh hari sebelum kasus ini meledak, potensi dan bahaya pencemaran ekologi di wilayah itu sebenarnya telah diekspos dan disuarakan oleh sejumlah LSM.
          Kegigihan warga dan korban Teluk Buyat dalam mengejar keadilan telah mengungkap penyakit kronis penegakan hukum di sektor lingkungan. Ia, lebih jauh, lalu memaksa kita merasakan adanya semacam situasi darurat, yakni minimnya perhatian dan usaha dari pengelola kekuasaan negara dalam melindungi hak-hak warga atas lingkungan hidupnya. Situasi darurat itu jadi demikian terasa, bila diingat, sebelum tragedi Buyat sebenarnya kasus-kasus pencemaran dan perusakan ekologi serupa sudah berkali-kali terjadi. Proses self destruction terhadap bumi dan bangsa ini tak boleh terus dibiarkan.
          Pemerintah, sebagai pengelola langsung kekuasaan negara, berkewajiban menjaga dan melindungi lingkungan hidup bagi warga negaranya. Dalam urusan itu, sudah waktunya pemerintah mengupayakan kebijakan-kebijakan yang tidak cuma memberi peluang bagi kalangan korporasi, tapi juga mendorong mereka untuk memenuhi kewajiban sosial mereka terhadap masyarakat dan lingkungan di mana mereka beroperasi.

          Pelajaran penting dari tragedi teluk Buyat adalah betapa mendesaknya perlindungan hak-hak asasi manusia jadi bagian dari sikap kebijakan pemerintah terhadap korporasi-korporasi yang beroperasi di Indonesia.

Pemerintah harus bertanggung jawab
Kembali ke kasus Buyat: siapakah yang lalu harus bertanggung jawab dalam tragedi ini? Saya kira, pertanggungjawaban dapat dilihat dalam dua tingkat. Sebuah penelitian yang independen dan sungguh-sungguh sangat diperlukan untuk memeriksa duduk perkara dari pencemaran ekologi yang mengakibatkan wabah penyakit ini. Perusahaan yang dituduh harus membuka dirinya pada upaya penelitian ini untuk menentukan tingkat pertanggungjawaban yang bisa dimintakan kepada mereka. Pada tingkat pertanggungjawaban ini, korban bisa secara langsung menggugat perusahaan. Namun, dari perspektif hak-hak asasi manusia, sebenarnya pemerintahlah yang memiliki beban pertanggungjawaban paling tinggi.

Kenapa? Jawabannya: karena berdasarkan hukum internasional hak-hak asasi manusia, negara adalah pihak yang berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap perlindungan hak-hak asasi manusia dari setiap warganya. Kendati benar bahwa tragedi Buyat telah memberi kita perspektif mengenai “non-state actors” sebagai pelaku pelanggaran hak-hak asasi manusia, namun sebetulnya ultimate responsibility dalam kasus ini tetap berada di tangan negara. Alasannya jelas: karena tidak ada korporasi mana pun bisa beroperasi di suatu negeri tanpa mendapat izin dari pemerintah. Sekali izin dikeluarkan, maka adalah imperatif bagi setiap pemerintah untuk memastikan bahwa korporasi dijalankan dengan kesesuaian dan kepatuhan terhadap standar-standar hak-hak asasi manusia internasional, termasuk ke dalamnya hak terhadap lingkungan yang sehat.

Kita ingin mendengar dari pemerintah, apa sebabnya tragedi ini bisa terjadi? Apakah pemerintah telah secara konsisten dan reguler melakukan kontrol terhadap praktik-praktik korporasi yang operasinya bisa berisiko pencemaran ekologi? Apakah pemerintah telah mengambil seluruh tindakan yang diperlukan untuk memastikan bahwa setiap korporasi memiliki langkah-langkah pencegahan kerusakan lingkungan dalam operasinya? Tanggung jawab pemerintah yang pertama adalah melakukan sebuah penelitian yang jujur dan terbuka untuk memastikan bahwa kesalahan dapat dikenali dan diperbaiki.

Yang sangat penting juga: apakah pemerintah telah memiliki kebijakan terhadap para korban tragedi Buyat yang hak-haknya telah dilanggar? Sungguh tidak pantas bila pemerintah mengecil-ngecilkan kasus ini di saat para korban harus menghadapi kenyataan bahwa hidupnya terpaksa berubah dan tak bisa sama lagi seperti sebelumnya akibat tragedi pencemaran ekologi ini. Tanggung jawab kedua pemerintah adalah memastikan bahwa setiap keluhan korban didengar dan menjadi salah satu dasar bagi penyusunan kebijakan untuk menyantuni mereka.
          Harus diingat bahwa tindakan pelanggaran hak-hak asasi manusia dilakukan dalam dua bentuk: act of commission dan act of omission. Apabila dapat dibuktikan bahwa sikap lalai pemerintah memiliki kontribusi pada terjadinya tragedi Buyat, maka pemerintah secara kategoris dapat dituduh telah melakukan pelanggaran. Maka warga dan korban Teluk Buyat juga sebenarnya bisa menggugat pemerintah.
          Akhirnya, banyak pertanyaan-pertanyaan lain bisa diajukan untuk menuntut pertanggungjawaban. Namun, tidak kurang pentingnya untuk pada saat bersamaan juga mempertanyakan kepada pemerintah apa kebijakan mereka untuk mencegah hal yang sama berulang di masa datang?

          Dari tragedi Buyat kita sebenarnya bisa belajar: bila pemerintah tidak memiliki strategi kebijakan untuk mendorong setiap korporasi memenuhi standar hak-hak asasi manusia internasional, maka kasus-kasus pencemaran ekologi lainnya sedang menunggu giliran meledak. Dari tragedi Buyat ini, kita harus merenungkan dan meninjau kembali, sikap dan tindakan kita terhadap kebijakan yang pernah diambil.

Ø Kesimpulan : Tragedi teluk Buyat adalah betapa mendesaknya perlindungan hak-hak asasi manusia jadi bagian dari sikap kebijakan pemerintah terhadap korporasi-korporasi yang beroperasi di Indonesia. 

3. Kasus Munir
          Kasus pembunuhan Munir merupakan salah satu pelanggaran HAM di Indonesia yang kasusnya belum terselesaikan hingga akhirnya tutup. Munir Said Thalib bukan sembarang orang, dia adalah seorang aktivis HAM yang pernah menangani kasus-kasus pelanggaran HAM. Ia meninggal pada tanggal 7 September 2004 di dalam pesawat Garuda Indonesia dalam perjalanan menuju kota Amsterdam di Belanda. Banyak yang menganggap bahwa Munir meninggal karena di bunuh atau diracuni oleh suatu kelompok tertentu. Sayangnya hingga kini kasus kematian Munir ini belum jelas dan kasusnya sendiri akhirnya di tutup.

Ø Kesimpulan : Kasus Munir adalah kasus pelanggaran HAM yang berat karena Munir yang hanya mengemukakan pendapatnya atas kesalahan pemerintah sampai harus diculik oleh pihak yang seharusnya melindungi warga negara.



















BAB III
Penutup

A. Kesimpulan
          Pada kasus minamata di sebabkan oleh sebuah perusahaan industry yang membuang limbahnya ke laut minamata. Bila pemerintah tidak memiliki strategi kebijakan untuk mendorong setiap korporasi memenuhi standar hak-hak asasi manusia internasional, maka kasus-kasus pencemaran ekologi lainnya sedang menunggu giliran meledak. Dari tragedi Buyat ini, kita harus merenungkan dan meninjau kembali, sikap dan tindakan kita terhadap kebijakan yang pernah diambil.


B. Saran
          Dalam kasus-kasus ini dapat membuka mata kita agar berusaha menjaga dan memperbaiki lingkungan kita dengan usaha yang keras. Sebagai pemerintah tidak seharusnya hanya memandang sebuah masalah dari segi ekonomi tanpa memikirkan rakyatnya. Jika kasus ini cepat di tindak lanjuti dengan tegas kemungkinan bisa mengurangi jumlah korban dan kerusakan yang terjadi.









Daftar Pustaka



This Is The Newest Post
This Is The Oldest Page

1 komentar so far

Spades v1,999.0 | TITanium Art | Titanium Art & Design
Custom and Custom 3D Models & Design Ideas for the Ace of Spades® at TITanium Art 4x8 sheet metal prices near me & titanium pans Design - Find your titanium sheet inspiration for titanium ring a new titanium nitride design today.


EmoticonEmoticon